Rabu, 14 Oktober 2009

HELLBOY AND THE PRISONER OF NYI RORO KIDUL (Fanfiction)

By Ahmad Mustafa

Jika kamu bertanya bagaimana bila seandainya aku adalah Hellboy, maka aku akan menjawab, “Hmm, it’s that a tricky question? Karena jika aku adalah Hellboy, maka kulitku akan berwarna merah, rambut semi botak, dan punya tanduk patah, yang harus sering diamplas agar tidak tumbuh lagi.”

Dan jika kamu bertanya apa yang akan aku lakukan untuk menyelamatkan dunia, bila aku adalah Hellboy… maka aku harus ceritakan dulu kisahku sebagai… Hellboy! Dan inilah kisahnya…

***

Perkenalkan, namaku Anung un Rama. Apa?! Kau belum pernah mendengar namaku sebelumnya? Bukan! Bukan! Aku bukan Anac su Namun! Itu sih nama wanita jalang di The Mummy Return! Salah film! Salah film!

Dengar ya, nama asliku memang Anung un Rama, tapi aku lebih dikenal dengan panggilan Hellboy! Ring any bell? Kalau belum mudeng juga sih keterlaluan! Aku juga dikenal sebagai The Right Hand of Doom. Kenapa? Jawabannya simpel, itu karena tangan kananku besar dan sekokoh karang. Tidak, bodoh! Tangan kananku tidak terkena tumor ganas! Memang sudah begini dari dulu! I’m from hell, you moron! (That’s why they call me Hellboy!) Dan tangan kananku ini memang sudah merupakan souvenir dari Malaikat Penjaga Neraka.

Yah, ku anggap kalian sudah tahu asal usulku, darimana aku berasal, dan lain sebagainya. Guillermo del Toro sudah bekerja cukup baik dalam memfilmkan auto-biografiku, walau tidak begitu booming di box office, bila dibandingkan dengan film pria nerd yang bisa berubah menjadi manusia laba-laba. Aku juga berasumsi kalian telah mengenal Abraham ‘Abe’ Sapien dan Liz Sherman. Yep! Yang satu adalah siluman ubur-ubur berwarna biru; dan yang satunya lagi adalah pacar seksiku, yang bisa mengeluarkan api (aku sering kabur dari markas bila dia sedang marah atau PMS).

Kami bertiga masih bertugas di BPRD atau Bureau for Paranormal Research and Defense. Gampangnya sih, BPRD itu sejenis FBI di dunia paranormal dan perdukunan. Meski Papa sudah lama meninggal (May he rest in peace, dan dijauhkan dari si bangsat Lucifer!), BPRD masih beroperasi secara aktif. Tak hanya menjalani operasi di Amerika Serikat saja, kami juga sering mendapatkan misi di tempat-tempat lain. Misi terakhir kami di Segitiga Bermuda bisa dibilang sukses total, setelah aku memporak-porandakan tempat tersebut. Percayalah, lupakan soal mitos misteri-us Segitiga Bermuda. Tempat itu tinggal sejarah sekarang.

Bagiku, tidak ada misi yang terlalu sulit. Tapi rupanya aku terlalu percaya diri. Aku tak pernah menyangka bahwa misi kami selanjutnya akan begitu… mengerikan. Dan untuk menyelesaikan misi kali ini pun, kami harus menuju ke salah satu negara yang paling menakutkan sedunia. Negara itu bernama… Indonesia!

Indonesia mengerikan? Tidak percaya?! Lihat saja track record negara ini: Indonesia merupakan negara terkorup di dunia, negara pembajak film Hollywood nomor satu dunia, negara penghasil sinetron sadistis terbesar di dunia, negara penghasil film horror menggelikan terbesar sejak tahun 2003, dan negara penghasil film komedi cabul terbesar di tahun 2007. Belum lagi ada beberapa figur mengerikan, yang angkat nama belakangan ini, seperti Artalyta Suryani, dan seorang psikopat bernama Ryan (yang sepertinya merupakan murid teladan Robot Gedek dan Dr. Lecter). Ah jangan lupa juga kalau Sidoarjo masih digenangi lumpur panas Lapindo. Mengerikan bukan?

Kendati demikian, maaf-maaf saja, misi kami ke Indonesia bukan untuk menghabisi para koruptor jahanam di sana. Meski aku tidak keberatan bila ditugaskan untuk membantai mereka, namun BPRD tidak berjalan di jalur politik dan hukum. Amat disayangkan memang. Tapi, apa boleh buat, kami hanya berurusan dengan monster, iblis, atau jenglot-jenglot centil penghisap darah. Maka, begitu aku, Abe, dan Liz mendapat kabar bahwa pemerintah Indonesia membutuhkan bantuan, kami pun segera berkemas.

“Aaargh! Aku benci kasus kali ini,” gerutuku, ketika memasukkan setumpuk coklat ke dalam tas. Yah, aku tidak perlu membawa banyak baju atau perlengkapan mandi kan? Segepok coklat sudah cukup bagiku.

“Hmmm… jangan bilang kalau kau sudah bosan menghajar para monster, Red,” kata Abe – atau biasa kupanggil Blue – yang sedang berkemas di dalam tangkinya.

“Bukan itu,” jawabku.

“Ah, kau membencinya karena kasus ini membuatmu terpaksa membatalkan kencanmu dengan Liz kan?” tebak Abe.

“Sudah kubilang Blue! Jangan baca pikiranku! Dasar ikan asin!” ujarku kesal.

“Sudah kubilang Red, aku tidak perlu membaca pikiranmu untuk mengetahui apa yang sedang kau pikirkan. You’re simple… and yes, you’re obvious, Red.”

“Yeah, terserah…” gerutuku akhirnya.

***

Singkatnya, malam itu juga kami sudah berangkat menuju Indonesia. Tidak, kami tidak menggunakan pesawat terbang. Bisa kau bayangkan aku dan Abe berada di kabin kelas ekonomi Garuda Indonesia? Sekedar informasi, kami menggunakan kapal selam, kawan. Dan kapal selam kami melaju mulus, membelah perut Samudra Pasifik, siap menyambangi Indonesia.

Di dalam perjalanan, Abe membuatku bosan dengan menginformasikan segala hal tentang misi kami ini. Kalau bukan disuruh Liz, aku lebih baik meninggalkannya, dan mengikir tandukku sambil menghisap cerutu, lalu tidur. Abe memberitahukanku kalau kami tidak menjalankan misi ini sendirian. Pemerintah Indonesia pun telah menyiapkan sebuah tim kecil untuk membantu kami.

Rupanya, di Indonesia juga ada organisasi rahasia seperti BPRD. Organisasi itu bernama P3KP. Terdengar seperti nama sebuah partai memang, tapi P3KP merupakan singkatan dari Pusat Penelitian dan Pengawasan Kegiatan Paranormal. Dan mereka juga telah mengutus 3 orang untuk membantu kami. Ketiga orang itu bernama Sangkuriang, Malin Kundang dan Bandung Bondowoso (kalau aku tidak salah dengar. Apa boleh buat, nama mereka aneh).

Masih kata Abe, ketiga orang itu juga merupakan orang-orang spesial seperti aku dan Abe. Ketiganya merupakan tokoh-tokoh dongeng kenamaan asal Indonesia, yang ternyata benar-benar ada di zaman dahulu! P3KP telah berhasil mengembangkan sebuah portal ajaib – seperti portal ciptaan Rasputin yang berhasil membawaku ke dunia manusia – yang bisa mengantarkan kita ke dunia tempo doeloe. Dari sanalah, P3KP merekrut ketiganya, karena dianggap memiliki daya tempur yang dahsyat.

Seperti orang-orang spesial lainnya, ketiganya juga bermasalah. Sangkuriang misalnya. Percaya atau tidak, ayahnya adalah seekor anjing, dan ibunya adalah titisan dewa. Saat remaja, dia membunuh ayahnya, hingga akhirnya diusir oleh sang ibu. Lebih gilanya lagi, saat dewasa, ia bertemu kembali dan akhirnya jatuh cinta dengan ibunya! Untunglah, cerita cinta terlarang itu tidak berakhir bahagia. Anak menikahi ibunya sendiri? Yucks!! Jujur saja, itu menjijikkan! Di luar kisah cintanya yang menyimpang, Sangkuriang adalah pendekar yang tangguh, nahkoda yang hebat, dan memiliki kapal yang luar biasa pula.

Lalu ada Malin Kundang si anak durhaka –begitulah kata dongeng yang Abe ceritakan padaku. Alkisah, dia merantau ke kota, meninggalkan ibunya yang tetap setia menunggunya hingga bertahun-tahun. Tapi saat kembali sebagai saudagar kaya, dengan lancangnya, Malin tidak mau mengakui ibunya yang sudah tua renta, penuh keriput dan buruk rupa. Maka, sang ibu pun berdoa pada Tuhan dan mengutuk Malin menjadi batu. Di dongeng, Malin diceritakan mati menjadi batu. Tapi, well, kenyataannya sedikit berbeda. Ending dongeng tersebut sengaja dirubah, agar ada pesan moral bagi anak-anak yang mendengarnya sebelum tidur.

Dan terakhir, ada pangeran naas bernama Bandung Bondowoso. Man, he has a huge problem with love! Ia mencintai seorang putri bernama Roro Jonggrang (another funny name, no offense Indonesian). Bandung begitu mencintai Roro hingga bersedia membangun seribu candi dalam satu malam. Bukan masalah besar bagi Bandung, karena sang pangeran memiliki koneksi dengan Biro Jin. Dengan menyewa seribu jin, seribu candi dalam semalam bukanlah masalah. Hanya saja, Roro ternyata tidak mencintai Bandung, dan sengaja mencari rencana licik untuk menggagalkan proyek candi instant Bandung tersebut. Dia berhasil, padahal Bandung telah menyelesaikan 999 buah candi. Alangkah patah hatinya Bandung. Pelajaran buat wanita: jangan membuat marah pria yang tergila-gila padamu, karena pria itu pasti akan berbuat nekat tanpa pikir panjang. Itulah yang terjadi pada Bandung. Dia gelap mata, dan menyulap kekasihnya menjadi candi, untuk menggenapi candi buatannya.

Ah semoga cintaku dan Liz tidak berakhir naas seperti itu. Yah, aku tak perlu khawatir sih, karena hingga sekarang, Liz belum menunjukkan indiikasi kalau ia menginginkan 1000 candi untuk hadiah hari Valentine.

Sedangkan untuk misi kami kali ini, jujur saja kami belum mendapatkan informasi yang lengkap. Pemerintah Indonesia hanya mengatakan bahwa ada kasus penculikan besar akhir-akhir ini di sana. Siapa penculiknya, dan siapa-siapa saja yang diculik, kami belum tahu. Pemerintah Indonesia baru akan menjawabnya, begitu kami tiba. Hanya saja, yang aku herankan, bila ini sekedar kasus penculikan, kenapa kami yang dipanggil? Kenapa tidak telepon polisi saja? Yah, sudahlah… Untuk apa kupikirkan? Toh sebentar lagi aku akan tahu jawabannya.

***

Aku tidur-tiduran di kamarku sambil menghisap cerutu, saat kapal selam kami sedang meluncur di Laut Halmahera. Kami sudah memasuki wilayah Indonesia, tapi kami belum sampai di tujuan kami. Tujuan kami adalah Laut Selatan, dan kami baru akan sampai di sana beberapa menit lagi. Pintu kamarku terketuk. Aku sedikit menggurutu. Siapa yang berani mengganggu waktu santaiku?

“Siapa?!” gerutuku kesal.

“Ini aku Red,” terdengar suara Liz.

Oh, kalau Liz lain ceritanya. Aku pun segera bangkit dari tempat tidurku dan membuka pintu. Liz sudah berdiri tepat di depanku, begitu aku membukakan pintu.

“Hai Red,” sapa Liz, sambil tersenyum.

“Hai, Liz,” balasku, “Ada apa?”

“Mmm… hanya mau bilang kalau kita akan naik satu jam lagi,” jawab Liz.

“Naik? Oh, maksudmu kita akan sampai satu jam lagi? Oke, baiklah. Aku akan segera bersiap-siap.”

Liz mengangguk-angguk. “Ya, bersiap-siaplah. Bawa coklatmu juga.”

Aku hanya bisa nyengir, dan mengangguk. Liz pun hanya tersenyum, sebelum berbalik untuk pergi.

“Er… eng… Tunggu dulu Liz…” ujarku, saat Liz hendak meninggalkanku.
Liz berbalik. “Ya, Red?”

“Mmm… tentang kencan kita—"

“Tidak apa-apa Red,” potong Liz. “Kita masih bisa berkencan setelah misi ini selesai, oke?!”

Aku angkat bahu. “Baiklah. Mau kencan di café mana nanti?” candaku.
Liz hanya terkikik kecil. “Kau pandai melucu, Red,” senyumnya. “Lebih baik kau bereskan barang-barangmu, daripada memikirkan di café mana kita akan berkencan nanti.”

Dan Liz pun berlalu.

***

Satu jam kemudian, kami tiba di lokasi. Kami naik ke permukaan, dekat sebuah dermaga kecil yang tampak sepi. Di sana hanya ada beberapa orang pria. Sebagian mengenakan jas rapi (sepertinya orang-orang dari P3KP), dan tiga orang mengenakan pakaian aneh. Ketiganya pastilah trio gila asal negeri dongeng, si Sankuriang, Malin dan Bandung. Dengan kekuatannya yang menyebalkan, Abe menyombongkan diri dengan memberitahuku yang mana Sangkuriang, yang mana Malin, dan yang mana Bandung.

“Yang berambut panjang, mengenakan ikat kepala dan berwajah serius itu Sangkuriang. Kain di pinggangnya disebut Batik. Pria pendek berwajah muram itu bernama Bandung, dan topi aneh di kepalanya bernama blangkon. Dan yang terakhir, pemuda berwajah nakal itu adalah Malin. Pakaian serba merahnya itu disebut Baju Kurung, khas Minang, meski orang Melayu juga mengenakannya.”

“Siapa yang peduli, Blue?”

“Selamat datang! Kalian pastilah dari BPRD,” sambut seorang pria berambut klimis dan berpenampilan a la agen-agen FBI, begitu kami tiba. “Kalian pastilah Hellboy, Abraham Sapien dan Liz Sherman.”

“Bingo, Pal!” ujarku, sambil menghembuskan asap cerutu ke wajahnya.
Dia tak bergeming, hanya mengibaskan telapak tangannya, menghalau asap yang kuhembuskan.

“Jadi, apa misi kami?” tanya John Myers.

Kau tahu John kan? Dia adalah agen muda ceroboh. Di dalam film, ia diperankan oleh Rupert Evans.

"Misi kalian adalah untuk menyelamatkan puluhan pria yang diduga menjadi korban penculikan,” jawab agen P3KP tersebut.

“Penculikan? Kenapa memanggil kami? Negara itu tidak punya polisi?” tanyaku, mengerutkan keningku.

“Kalau itu adalah penculikan biasa, polisi pasti bisa menanganinya,” jawab si agen P3KP. “Masalahnya, sang penculik bukanlah manusia biasa.”

“Oh ya? Siapa? Incubus (iblis dalam dongeng Eropa yg hobi meniduri wanita)?” tanyaku lagi, sarkastik.

“Nyi Roro Kidul,” jawab agen P3KP, mengacuhkan ucapanku.

“Nyi siapa?” tanyaku lagi, tidak begitu mengenali nama tersebut.

“Nyi Roro Kidul. Orang-orang sekitar mengenalnya sebagai ratu laut ini, Penguasa Laut Selatan!” jawab si agen. “Banyak yang percaya bahwa dia hanyalah mitos, dan tak lebih dari dongeng isapan jempol belaka. Tapi kenyataannya, dia benar-benar ada! Nyi Roro Kidul dipercaya sangat menggemari laki-laki muda, dan membenci wanita yang lebih cantik darinya.”

“Oho! Tante girang yang jahat, eh?!” tebakku.

“Hanya bedanya, Nyi Roro Kidul memiliki kekuatan supranatural yang luar biasa. Ia menguasai ilmu hitam yang tinggi, dan memiliki banyak peliharaan, berupa monster-monster laut yang ganas.”

"Terdengar mengasyikkan!”

“Diamlah dulu, Red!” desis Abe.

“Dan belakangan, aktifitas Nyi Roro Kidul semakin meningkat dan intens. Kami belum tahu mengapa, namun yang jelas ia menculik banyak laki-laki muda.”

“Ah, mungkin hanya pubertas kedua wanita tua saja,” sindirku lagi.

“Apa pun itu, kita tidak boleh membiarkannya terus beraksi. Terlebih, salah satu korbannya adalah orang penting,” kata si agen P3KP.

“Oh ya? Siapa?” tanya John.

“Putra kedua Presiden SBY, Edhie Baskoro Yudhoyono!!” jawab agen itu serius. “Dia diculik setelah acara upacara pengibaran bendera, saat hari kemerdekaan di Istana Negara tempo hari. Publik belum mengetahui hal ini, dan pemerintahan juga sengaja merahasiakannya dari pers, agar tidak terjadi histeria massa. Bisa kalian bayangkan bagaimana jadinya bila ada keluarga presiden yang diculik? Oh, kasihan Ny. Ani… Beliau sangat berduka. Peristiwa penculikan di waktu yang salah, karena presiden baru saja mendapatkan cucu pertama, anak dari putra pertama beliau…”
“Karena itukah kalian meminta bantuan kami?” tanyaku.

“Tepat. Kami sudah memiliki tiga orang tangguh, Sangkuriang, Malin dan Bandung. Tapi, akan lebih baik bila kami memiliki personil lebih. Bagaimana pun juga, Nyi Roro Kidul sangatlah tangguh. Dan hanya kekuatan kalian yang paling bisa diandalkan untuk misi kali ini.”

“Baiklah, sepertinya tidak begitu sulit. Bukan begitu, Red?” tanya John.

“Yep. Apa katamu sajalah!” jawabku acuh tak acuh.

“Lalu, apa kalian sudah punya strategi?” tanya John, pada agen P3KP.

“Tentu. Strategi kami dibagi menjadi 3 tahap…”

“Dobrak, hajar, pulang?” potongku.

“Kurang lebih seperti itu. Tapi strategi kami lebih kalem lagi. Umpan, ambil tawanan, hancurkan istana Nyi Roro Kidul.”

“Aku suka tahap ketiganya!” ujarku, nyengir.

"Bisa lebih diperjelas?” tanya Abe.

“Kita buat dua tim terlebih dahulu. Tim pertama bertugas untuk mengumpan Nyi Roro Kidul agar mau keluar ke permukaan, dan tim dua menyusup ke dalam istana Nyi Roro Kidul dan membebaskan para tawanan. Setelah tim kedua sukses, kita hancurkan istananya bersama-sama.”

“Sound interesting! Ayo kita lakukan!” aku menganggkat pistol bazokaku.

“Tunggu dulu, Red!” cegah Abe. “Bagaimana cara kita mengumpan Nyi Roro Kidul itu keluar?” tanya Abe pada agen P3KP.

“Seperti yang telah kubilang sebelumnya, Nyi Roro Kidul membenci wanita cantik. Lebih spesifiknya lagi, wanita cantik berambut panjang tergerai, dan mengenakan pakaian serba hijau. Kita akan memanfaatkan kebenciannya tersebut untuk memancingnya keluar…”

“Kenapa hanya wanita yang berpakaian hijau?” tanyaku.

"Kami tak tahu. Tanyakan saja langsung padanya nanti,” jawab agen itu ketus, membuatku kecele.

“Lalu, siapa yang akan melakukannya?” tanya Abe.

"Tentu saja satu-satunya wanita di sini… Nona Liz…”

“Apa kat—?! Oh HELL NO!!” Agen P3KP tersebut tersentak kaget, ketika tiba-tiba aku menjambret kerah kemejanya, dan siap membogem wajahnya. “LIZ KATAMU?! Liz Tidak Akan—!!”

“Tunggu Red!”

Aku nyaris membuat hidung si agen rata dengan wajahnya, bila saja Liz tidak mencegahku. “APA LIZ?!” geramku, kesal karena pukulanku tertahan. “Dia Mau Mengumpanmu! Orang Seperti Dia Layak Dicampakkan ke Lucifer!”

“Tenanglah Red. Lepaskan pria itu. Aku akan melakukannya,” jawab Liz.

“Apa?!” aku tak percaya. “Ta-Tapi…??”

“Sudahlah Red. Demi keberhasilan misi, aku tidak keberatan. Sekarang, lepaskan pria itu!”

Dengan berat hati, aku pun melepaskan agen tersebut. “You lucky bastard!” gerutuku sebal.

Agen itu melanjutkan, setelah menarik nafas, dan merapikan dasinya kembali, “Itu jugalah salah satu alasan mengapa kami meminta bantuan kalian. Kalian memiliki personil wanita di dalam tim kalian. Tim kami, yang hanya memiliki 3 petarung laki-laki, tak bisa membuatnya keluar. Kami sudah mencobanya, tapi sia-sia. Jadi, sepertinya hanya Nona Liz yang bisa melakukannya,” jelas si agen panjang lebar. “Kita akan mengenakan Nona Liz dengan gaun hijau, lalu kita akan antar dia ke tengah laut.”

"KURANG AJAR! KAU MAU MENCAMPAKKAN DIA KE TENGAH LAUT?!” aku kembali naik pitam.

“Tentu saja tidak. Kita akan ke tengah laut dengan kapalku.”

Semua menoleh. Sangkuriang-lah yang tadi angkat bicara. Aku segera memandang ke sekeliling, tapi…

“Kapalmu? Mana? Aku tidak melihat ada kapal, selain kapal selam kami!”

“Di sana!” jawab Sangkuriang, sambil menunjuk sebuah bukit kecil di dekat pantai, tak jauh dari dermaga.

“Maksudmu di balik bukit itu?” tanyaku.

“Bukan. Bukit itulah kapalku!” jawab Sangkuriang.

“Hah?! Maksudmu?!” tentu saja aku bingung setengah mati.

“Penjelasannya panjang. Bagaimana kalau kita langsung ke sana saja, agar kalian mengerti?!”

Maka, kami semua pun menuju ke bukit kecil itu. Yang terjadi selanjutnya sangatlah mengejutkan. Jujur saja, aku belum pernah menyaksikan hal seaneh itu sebelumnya. Sangkuriang menendang bukit itu, dan setelah gempa bumi kecil, bukit itu terbalik, dan berubah menjadi sebuah kapal!

“Holly Crap!!” seruku kaget.

“Inilah kapalku, S.S Tangkuban Perahu!” kata Sangkuriang, sama sekali tanpa ekspresi. Air mukanya tetap dingin dan serius.

Kapal Sangkuriang memang luar biasa dan praktis. Hanya dengan sebuah tendangan kecil kapal itu akan berbalik menjadi bukit, atau sebaliknya. Tentu saja, hal tersebut hanya bisa dilakukan oleh Sangkuriang. Bila aku yang menendangnya, lambung kapal itu akan bocor.

***

“Baiklah. Tim akan dibagi dua. Tim satu, tim pengumpan: Nona Liz, Sangkuriang dan Bandung. Tim dua, tim penyelamat: Hellboy, Abe dan Malin. Kita akan bersama-sama ke tengah laut. Selain Nona Liz, kita semua bersembunyi hingga Nyi Roro Kidul muncul. Setelah itu, tim dua segera menyelam menuju istana, selamatkan tawanan, dan segera kembali ke pantai. Nanti akan ada orang-orang dari P3KP yang akan membawa para korban ke tempat yang aman. Setelah itu, tim dua kembali bergabung dengan tim satu, dan kita bantai Nyi Roro Kidul bersama!”

Dan ternyata, rencana tersebut berjalan lancar. Kami semua menuju ke tengah laut dengan kapal Sangkuriang. Liz segera mengenakan gaun hijau. Sesampainya di tengah laut, kami semua bersembunyi di dalam kabin, membiarkan Liz me-ngumpan Nyi Roro Genit itu. Tugas Liz rupanya cukup mudah. Ia hanya tinggal berdiri di dek, membiarkan rambut dan gaunnya dikibarkan angin, hingga ia tampak seperti model iklan sampo anti ketombe.

Tak lama, keheningan dipecahkan oleh suara gelegak pusaran air yang dahsyat, dan dari dalam pusaran air tersebut terdengar suara lengkingan mengerikan. Suara tersebut terdengar seperti tawa nenek-nenek penderita batuk darah akut. Semua, dari balik persembunyian, tampak terpana saat menyaksikan kemunculan Nyi Roro Kidul dari dalam pusaran air.

Nyi Roro Kidul muncul bersama seekor kura-kura raksasa. Tak hanya berukuran raksasa, kura-kuranya tersebut juga bisa melayang di udara. Sang Ratu berdiri angkuh di atas cangkang kura-kura tersebut sembari membawa trisula kebanggaannya. Ia terus tertawa tanpa sebab, seperti mafia-mafia di film action Hong Kong. Nyi Roro Kidul mengenakan gaun berwarna hijau tua, yang sepertinya terbuat dari kulit ikan atau sejenisnya. Rambutnya tergerai panjang, dengan beberapa helai rumput laut terselip di antara tiara, yang terpasang di atas rambutnya. Di luar dugaan, ternyata Nyi Roro Kidul sangatlah elok dan rupawan. Sayang, tawanya sangat menyakitkan telinga.

“Sekarang waktunya memanggil Jin, Sangkuriang!” perintah agen klimis dari P3KP.

Sangkuriang mengangguk. Segera saja, ia merapatkan telapak tangannya, dan merapalkan mantra-mantra yang tidak kumengerti artinya. Aku nyaris menjerit kaget, saat muncul sesosok makhluk aneh di hadapan kami.

“Hai Bos!” sapa makhluk tersebut pada Sangkuriang.

Ternyata yang muncul adalah sesosok jin bertubuh besar, berkepala botak, dan berkulit biru. Hanya saja, ia mengenakan setelan jas putih parlente, layaknya seorang germo asal Los Angeles. Yah, bagiku ia terlihat seperti P. Diddy yang kehabisan oksigen. Dan usut punya usut (hasil kisikan dari si Abe), jin tersebut adalah Ketua dari Biro Jin, yang membantu proyek perakitan Kapal Tangkuban Perahu milik Sangkuriang, juga proyek candi Prambanan milik Bandung, berabad-abad yang lalu.

Sangkuriang segera memberikan perintah pada jin parlente tersebut, sementara Nyi Roro Kidul masih melengking dahsyat di luar sana. Aku tidak bisa mendengar jelas perintah Sangkuriang. Hanya sedikit ucapannya yang bisa ditangkap oleh telingaku. “Panggil anak buahmu… 2000… misi menghancurkan istana Kidul… Bayarannya setelah selesai, tapi nyicil dulu ya?!…” Hanya itu yang bisa kudengar.

Selanjutnya, jin itu mengangguk dan akhirnya menghilang.

“Nah selanjutnya, Tim Dua bergerak!” kata Agen kelimis itu.

“Asyik! Ayo beraksi!” ujar Malin, tampak sangat antusias.

“Yah… baiklah,” desahku agak malas-malasan. “Hei kau klimis! Jaga Liz oke?! Kalau dia terluka, aku janji akan melemparmu ke neraka secepatnya!”

Tanpa buang-buang waktu lagi, aku, Abe dan Malin segera menyelam ke dalam laut. Abe jelas sangat mahir di dalam air. Air adalah habitat aslinya. Aku? Aku tidak masalah sih berada di dalam air. Toh aku iblis yang bisa berada di mana saja.

Sementara Malin, rupanya setelah dikutuk oleh bundo kanduangnya, tubuhnya bisa berubah menjadi batu. Hanya saja, ia tetap bisa bergerak dan tetap hidup! Ia bagaikan The Thing versi Indonesia. Malin tidak mengalami masalah berada di dalam air. Lagipula, hei, sejak kapan batu butuh oksigen? Bahkan, dengan tubuh batunya, ia lebih cepat sampai ke dasar laut.

Mungkin karena beruntung, kami berhasil menemukan Istana Kidul dalam waktu cepat. Kurang tepat sih kalau dibilang Istana, karena sama sekali jauh dari kata ‘megah’. Istana Kidul hanya berupa gundukan besar batu karang, yang ditata berantakan, hingga lebih pantas bila disebut sebagai sarang Barakuda, daripada Istana. Tapi, yah… itu tergantung selera sih. Istana Medusa juga sama buruknya.

Dengan mudah pula, setelah menghajar beberapa ekor hiu penjaga Istana, kami segera menemukan penjara bawah tanah (atau bawah laut), tempat puluhan pria muda ditawan. Semuanya tampak tak sadarkan diri, pucat, mengambang seperti mayat di dalam air, dengan kaki terikat rantai, dan ada gelembung air yang menyeli-muti kepala mereka. Sepertinya gelembung air itu berfungsi sebagai tabung oksigen, agar pria-pria tersebut tetap bisa bernafas.

“Ayo hancurkan jeruji-jerujinya!” seruku.
Malin mengangguk. “TINJU GADANG!!” serunya, sembari menghantamkan tinju tangan batunya – yang bisa membesar hingga seukuran Right Hand of Doom milikku – ke jeruji penjara.

Dengan mudah, Malin menghancurkan jeruji-jeruji penjara tersebut hingga berkeping-keping. Entah karena Nyi Roro Kidul bodoh, atau karena ia tidak bisa menemukan besi di laut, jeruji penjara Istana Kidul terbuat dari karang hingga mudah dihancurkan.

Tak mau kalah, aku pun membantu Malin menghancurkan jeruji-jeruji karang tersebut. Inilah bagian yang paling kusuka: memporak-porandakan sarang musuh. Menteri Lingkungan Hidup Indonesia pasti naik pitam, bila ia tahu kami menghan-curkan karang di perairan lautnya.

Setelah semuanya hancur, kami semua segera mengeluarkan para korban, dan membawa mereka ke pantai. Meski masa benda lebih ringan di dalam air, tetap saja kami kesulitan mengevakuasi para korban. Aku sendiri harus menggotong sekitar sepuluh tubuh laki-laki yang sudah bau lumut tersebut.
Akhirnya, kami pun muncul di permukaan. Di pantai, sudah ada beberapa agen P3KP yang menunggu. Mereka segera membantu kami menyeret para korban ke pantai, begitu kami muncul. Terus terang, pekerjaan ini sangat melelahkan!

“Aku benci menggotong laki-laki!” umpatku.

“Ayo Red! Kita harus segera kembali ke kapal. Liz butuh bantuan kita!” kata Abe padaku.

“Yep! Baiklah!” ujarku. “Hey, apa semua korban sudah dievakuasi.”

“Nggg… sepertinya belum…” jawab salah satu agen, tampak agak ragu.

“Belum? Apa maksudmu?”

“Pu-Putra presiden. Dia tidak ada di antara para korban,” jawab agen itu.

“Apa?! Yang benar saja?!” aku tak percaya.

“Mungkin Nyi Roro Kidul membawanya!” kata Malin.

“Pasti begitu!” aku yakin sekali, “Ayo! Kita kembali ke kapal!”

***

Kami kembali berenang, kali ini menuju S.S Tangkuban Perahu. Ternyata, di sana sudah sangat ramai. Rupanya, pertempuran sudah pecah. Kapal diserbu oleh berbagai monster laut. Ada barakuda raksasa, ular laut raksasa, gurita raksasa, belut listrik raksasa, kepiting raksasa, dan aneka hewan penghuni tetap daftar menu restoran seafood lainnya, yang juga berukuran raksasa.

Tak hanya itu, ada juga ribuan makhluk biru berjas hitam berkeliaran di mana-mana. Mereka pastilah para jin dari Biro Jin. Mereka melayang di udara, berlarian di atas dek dan buritan kapal, serta ke sana ke mari di atas permukaan laut, sambil terus menyerang dan diserang oleh monster-monster peliharaan Nyi Roro Kidul.

“Sial! Pesta sudah dimulai, dan tak seorang pun yang mengundangku!” umpatku, begitu kami tiba kembali di atas kapal.

Dengan sebal, aku pun segera beraksi. Aku mulai menembaki monster-monster laut yang jelek dan berlendir itu, dengan pistol bazooka-ku. Aku melihat Liz yang sedang berusaha memanggang Nyi Roro Kidul dengan api birunya.

Tapi Nyi Roro Kidul juga sangat tangguh. Ia selalu bisa menahan serangan Liz, dan membalasnya dengan menghadiahkan Liz petir dari ujung trisulanya. Liz tampak sedikit kesulitan menghindari serangan Nyi Roro Kidul.

"Liz! AWAS!!” aku segera datang menyelamatkan Liz, ketika melihat seleret petir berusaha menghantamnya.

Dengan sigap, aku sambar pinggang Liz, agar ia terhindar dari petir laknat tersebut. Petir tersebut akhirnya menyambar salah satu jin berjas hitam. Jin itu menjerit, berlari pontang panting, sebelum meletup dan menghilang.

“HAHAHAHAHA! Sekarang Kau Sudah Tahu Kehebatanku Bukan?! Dasar Sundal Cantik Bergaun Hijau! Kau Mau Meniru-Niru Gaya Anggunku Ya?!”

“Siapa Yang Sundal Hah?!” aku bangkit dengan amarah menggelora di hatiku. Seenaknya saja Ratu Laut Asusila itu menyebut Liz sebagai Sundal.

“Ho?! Siapa kau?!” tanya Nyi Roro Kidul.

Aku sedikit terkejut melihat penampilan Nyi Roro Kidul. Baru setengah jam aku tinggalkan, dia sudah tampak seabad lebih tua. Kulitnya super keriput, rambutnya beruban dan kusut, dan wajahnya tampak sangat mengerikan. Bahkan, ia terlihat lebih buruk rupa dibandingkan Michelle Pfeiffer di film Stardust.

Make up-nya pun sudah mulai luntur. Ditambah beberapa helai rumput laut di rambutnya, ia bagaikan versi wanita tua dari Joker di film The Dark Knight. Hanya saja, jelas ia tidak akan digadang-gadangkan akan menerima Oscar seperti Heath Ledger.

“Kau tak perlu tahu siapa aku!” jawabku, setelah berhasil menguasai diri.

“Hmmm… coba kutebak…” kata Nyi Roro Kidul, yang masih betah bertengger di atas cangkang kura-kura raksasanya. “Postur tegap, tinggi, berotot, kulit kemerahan… AHA! Kau pastilah… BARRY PRIMA!! Ya Kan?! Hahahaha!! Aku Tahu Kau Pastilah Dia!”

Aku sama sekali tidak mengerti apa maksudnya. “Aku Bukan Barry Prima, atau siapalah, Dasar Nenek Tua Berlendir!”

Mendengar hinaanku, mata Nyi Roro Kidul mendelik marah, dan air mukanya langsung berubah keruh menjijikkan. Ia tampak sangat marah!

“SIAPA YANG KAU BILANG NENEK TUA BERLENDIR?!” teriaknya membahana. Dan detik selanjutnya, giliran aku yang terbelalak, saat Ratu Edan itu menghadiahkanku terjangan ombak dahsyat, yang mampu membuatku terpental jauh, dan jatuh menghantam dek kapal.

“RED!!” jerit Liz cemas.

“Aku Tidak Apa-Apa Liz!” seruku, meski aku sedikit merintih saat bangkit.

DASAR WANITA TUA KURANG AJAR!!” Liz naik pitam, dan aku tahu Nyi Roro Kidul berhadapan dengan wanita yang salah, bila Liz sedang marah.

Pertempuran pun kembali dimulai. Aku melihat Malin Kundang kembali mengeluarkan jurus andalannya. Ternyata, Malin tak hanya bisa mengubah seluruh t-buhnya menjadi batu, namun juga mengubah bagian manapun dari tubuhnya menjadi batu, sesuai keinginannya.

"Rasakan Ini! TINJU GADANG!!” serunya, sambil menghantam seekor ular laut raksasa yang mencoba memanjat naik ke atas kapal. “Onde Mande! Rancak Bana! TAMBO CIEK!! TINJU GADAAAAANGG!!”

Selain kapten kapal yang handal, Sangkuriang juga seorang petarung yang tangguh. Senjatanya memang hanya pedang, tapi dia bukan tandingan bagi mayat-mayat hidup kiriman Nyi Roro Kidul.

Yang luar biasa adalah Bandung Bondowoso. Ia mengatupkan kedua tangannya, merapalkan mantra, dan tiba-tiba saja sebuah stupa muncul begitu saja, seolah jatuh dari langit. Selanjutnya, Bandung mengerahkan seluruh tenaganya, dan mengangkat stupa tersebut sambil berteriak: “INI UNTUKMU JONGGRANG!!” teriaknya, dengan air mata mengalir di wajahnya, “JURUS HANTAMAN STUPA!!”

Bandung pun meloncat ke udara, lalu menghantamkan stupa tersebut ke kepiting raksasa, sambil terus berseru dramatis, “JONGGRANG!! AKU MENCINTAIMUUUU!!” Stupa itu pun menghancurkan kepiting raksasa tersebut berkeping-keping.

Aku sedikit terpana melihat aksi Bandung tersebut. “Man, dia jelas punya masalah dengan cinta!” aku berdecak sebelum kembali menghajar mayat-mayat hidup dengan tangan kananku.

Aku tidak melihat Abe. Tapi aku yakin ia sedang bersenang-senang menghajar monster-monster ikan di dalam laut. Atau, paling tidak, ia sedang berusaha mengepang tentatel cumi-cumi raksasa. Sedangkan agen-agen dari BPRD dan P3KP – termasuk John dan agen klimis dari P3KP – berjuang dengan pistol khusus mereka.

Pertempuran berlangsung sangat seru dan mengasyikkan. Tapi, sayangnya, aksi penuh anarkisme ini tampaknya akan segera berakhir. Monster-monster laut dan sihir Nyi Roro Kidul memang mengerikan, tapi kekuatan mereka bukan apa-apa bila dibandingkan dengan kombinasi kekuatan kami. Bocah dari neraka, makhluk hasil kawin silang manusia dan ikan, cewek penguasa api, pendekar pemilik kapal laut aneh, pangeran freak yang malang, si durhaka yang punya Tinju Gadang, dan 2000 personel jin, jelas bukan tandingan pasukan ratu peot yang doyan jejaka muda.

Dan aku berhasil meenghantamkan peluru pistol bazokaku ke perut si Ratu Pantai Selatan tersebut, hingga ia terjengkang dari atas penyu tunggangannya, dan jatuh tercebur ke laut, diiringi lengkingan penuh nestapa.

Meski demikian, Nyi Roro Kidul tidak mati begitu saja. Ia bahkan masih bisa berdiri di atas permukaan laut, kendati ia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Trisulanya sudah hilang ditelan lautan, dan sudah banyak monster lautnnya yang mati.

“Menyerahlah, Nek! Kau sudah tamat,” kataku, sembari menodongkan pistol bazokaku ke arahnya. “Kalau kau menyerah, setidaknya kau bisa kami rekomendasikan ke panti jompo!”

“DASAR BRENGSEK! KALIAN MENGHANCURKAN SEGALANYA!!” Nyi Roro Kidul berseru murka. Namun, detik selanjutnya, senyum licik mengembang di wajahnya. “Tapi Aku Masih Punya Kartu As! Aku Masih Punya Sandera, Yang Bisa Kubunuh Kapan Saja, Bila Kalian Berani Menggangguku Lagi!!”

“Oh ya ampun… Apa kau belum tahu? Kami sudah membebaskan semua tawananmu,” kataku dengan nada malas dan bosan.

“APA?!!” Nyi Roro Kidul mendelik tak percaya, seperti baru saja mendapat kabar kalau dia memiliki anak, hasil hubungan gelapnya dengan Davy Jones. “Ku-Kurang Ajar!!” Nyi Roro Kidul tampak sangat murka.

“Maaf-maaf saja ya, Nek!” ujarku.

“Tapi kalian tak mungkin membebaskan semuanya!” kata Nyi Roro Kidul terkikik lagi. “Aku masih punya satu tawanan lagi!”

Kali ini, kamilah yang tersentak kaget. Satu tawanan lagi? Putra presidenkah?! Sial! Wanita ini benar-benar licik! Detik selanjutnya, kami kembali dibuat terpana, karena dari dalam laut, muncul lagi makhluk laut berukuran jumbo. Kali ini yang muncul adalah tiram bercangkang putih indah. Seperti kura-kura, tiram raksasa itu pun bisa melayang-layang. Tiram itu melayang tak jauh dari majikannya. Tawa Nyi Roro Kidul semakin histeris, begitu tiram itu muncul.

“Siapa Bilang Aku Sudah Tamat!! Lihatlah! Inilah Tawanan Favoritku!!” lengking Nyi Roro Kidul, girang bukan main.

Tiram itu kemudian membuka cangkangnya. Di dalam tiram, terdapat pria muda tampan, masih mengenakan setelan jas, tampak terbaring pingsan. Agen P3KP menjerit kaget. Tanpa diberitahu pun aku sudah tahu kalau pria muda itu adalah putra presiden. Ia terlihat seperti Putri Salju, yang tertidur tak berdaya, menunggu kecupan penuh cinta dari pangeran berkuda yang tampan. Aku hanya berharap tidak ada adegan cium-ciuman, untuk memulihkan kesadaran putra sang presiden…

“Dengan mendapatkan kecupannya… kecupan dari pria jejaka muda yang tampan, aku akan mendapatkan kecantikan paripurna, kemudaan abadi, dan kesaktian yang mandraguna!” kata Nyi Roro Kidul, usai tertawa-tawa riang.

“Oh, jadi itu alasanmu hingga menculik puluhan lelaki muda?” tanyaku, menyerengit jijik.

“Begitulah!”

“Aarrgh! Dasar binal!” hinaku.

“Terserah apa katamu,” Nyi Roro Kidul tampak sama sekali tidak tersinggung. Ia malah tersenyum bangga. “Terus terang saja, tadinya aku lebih mengincar Agus, kakaknya. Kau tahu? Aku suka pria berseragam, apalagi polisi atau tentara. Mereka seksi…” desah Nyi Roro Kidul, membuatku semakin jijik padanya, “Tapi sayang, pria nan menggairahkan tersebut sudah direbut terlebih dahulu oleh wanita biasa-biasa saja, bernama Anissa Pohan! Cih! Apa sih cantiknya wanita itu?? Aku jauh lebih menakjubkan!!”

“Yeah, tapi kau tua dan buruk rupa!” umpatku lagi.

“Huh! Aku tak peduli cercaanmu itu! Dengan memiliki dia, kalian tidak bisa berbuat apa-apa! Dia putra presiden! Bila ia tewas karena kecerobohan kalian, presiden pasti akan sangat murka! Bayangkan betapa besar kerusuhan yang akan terjadi akibat ulah kalian tersebut, bila kalian bertindak macam-macam!” ancam Nyi Roro Kidul, naik ke dalam tiram, dan duduk bersimpuh di dekat putra presiden.

“Nah! Aku akan pergi dulu! Setelah mendapatkan kecupannya, aku akan kembali muda dan jelita. Saat ia sadar, ia akan terpesona oleh kecantikanku, tergila-gila kepadaku, dan akan memintaku untuk menikahinya! Setelah kami menikah, aku akan mendapatkan kesaktian yang tiada tara!” lanjut Nyi Roro Kidul, kembali terba-hak gila-gilaan.

Tapi yang terjadi selanjutnya tidak pernah ia bayangkan sebelumnya…Abe, yang sedari tadi tidak kulihat, tiba-tiba melompat dari dalam laut, menyambar pinggang putra presiden, dan membawanya kembali ke dalam laut, jauh dari jangkauan sang ratu full syahwat tersebut.

Aksi heroik Abe tersebut berlangsung tak lebih dari beberapa detik, hingga Nyi Roro Kidul hanya bisa mendelik kaget, dan berseru “TIDAAAAAAKKK!!”

Namun, kami tak berhenti hanya di situ saja. Liz menyemburkan api kompor gasnya ke arah Nyi Roro Kidul yang berada di dalam tiram. Karena reflek untuk melindungi diri, si tiram menutup kembali cangkangnya secara otomatis. Dan aku tahu, itulah saatnya aku beraksi.

“MALIN, BANDUNG… MAJU!!!” seruku.

Kami bertiga pun meloncat dari atas kapal, siap menghajar tiram raksasa tersebut.

“RIGHT HAND OF DOOM!!”

“TINJU GADANG!!”

“JONGGRAAAAAAANGG!!”

Rentetan kombinasi tinju tangan kananku, tinju batu raksasa Malin, dan serangan stupa Bandung menggempur tiram itu sedemikian rupa, hingga akhirnya tiram tersebut hancur berkeping-keping… bersama Nyi Roro Kidul, si Ratu Cabul di dalamnya. Dan, itulah akhir perjalanan dan mitos dari Sang Penguasa Laut Selatan…

***

Misi pun selesai. Setelah menyelamatkan para korban, termasuk putra presiden, kami meruntuhkan Istana Kidul, dengan ratusan bom Harimau Pukat, yang paing ampuh untuk menghancurkan karang. Nyi Roro Kidul pun tinggal sejarah, dan hari-hari pun kembali berjalan seperti biasanya.

Aku sendiri lega karena misi kami kali ini akhirnya selesai. Seperti yang kukatakan sebelumnya, misi kami kali ini begitu mengerikan. Bukan karena menghadapi banyak mara bahaya yang dapat merengut nyawa kami, tapi justru karena lawan yang kami hadapi. Bagaimana mungkin kau masih bisa mengatakan kalau Nyi Roro Kidul itu tidak mengerikan? Dia itu nenek tua jelek yang punya sihir sakti, hobi pejaka muda nan rupawan, gemar mengoleksi ciuman mereka, dan doyan menikahi mereka. Mengerikan bukan? Bagaimana kalau kau sampai diculik olehnya, dan dikawini olehnya? Masih berani bilang kalau dia tidak mengerikan?

Oke, cukup soal Kidul! Setelah misi selesai, kami mendapat ucapan terima kasih dari pemerintah Indonesia, lewat P3KP. Dan selanjutnya, kami pun kembali membelah perut laut dengan kapal selam kami. Aku senang karena kami akan segera pulang. Tapi aku lebih gembira lagi, karena Liz mengajakku kencan dengan makan malam di dalam kapal selam, sambil menikmati pemandangan laut perairan Bali yang mempesona.

Itu merupakan kencan yang menyenangkan. Kami mengobrol banyak, terutama mengenai petualangan yang baru saja kami alami. Liz banyak tertawa, ketika aku menceritakan kisah-kisahku saat menyusup ke dalam Istana Kidul.

“Tapi Red, sungguh, aku tak percaya kau menghajar Ratu Kidul itu dengan tangan kananmu,” Liz tergelak geli. “You’re badass Red!”

“Well baby, believe it or not, I’m the good guy!” ujarku, menyunggingkan senyum keren.

Liz tertawa kecil lagi, sebelum meminum kembali wine-nya. Selanjutnya, kami pun hanya saling menatap, Liz tersipu-sipu, dan akhirnya kami pun saling bercumbu mesra. Seperti layaknya di ending film autobiografiku – garapan Del Toro – Liz memancarkan api di seluruh tubuhku, bahkan sampai menjalar ke tubuhku, ketika kami berciuman dengan penuh cinta…

***

Nah sekarang, masalahnya adalah: pertanyaan pertamamu belum kujawab. Sebelum aku menceritakan kisahku sebagai Hellboy, kau bertanya: seandainya aku adalah Hellboy, apa yang akan kulakukan untuk menyelamatkan dunia?

Well, jika kalian menyimak kisahku tadi, maka mungkin kalian sudah tahu jawabannya. Jika aku adalah Hellboy, maka aku akan menggunakan Right Hand of Doom milikku untuk menghajar, meninju, melumat, menggampar, menggempur, serta merengsek musuh-musuhku. Aku akan menumpas para monster, iblis, setan, dedemit, hingga ribuan titisan Nyi Roro Kidul sekalipun, dengan tangan kananku yang sekeras karang ini. Dan begitulah caraku melindungi dunia! Simpel, mudah, dan semua masalah… beres!

[Ini hanyalah komedi fiksi belaka. Penulis sama sekali tidak bermaksud menghina atau melecehkan pihak-pihak tertentu. So, jangan marah, apalagi dendam ya! Hey, it’s only silly comedy story!]
Mid-Year 2008

1 komentar:

Mengenai Saya

Foto saya
Penikmat film, musik dan buku-buku yang bagus