Senin, 12 Oktober 2009

A GOOD MOVIE ABOUT WORST DIRECTOR EVER

ED WOOD (1994)
Directed: Tim Burton / Cast: Johnny Depp, Martin Landau, Sarah Jessica Parker

Jika berbicara soal sutradara terburuk, mungkin nama Uwe Boll akan muncul di benak kita. Akan tetapi, jauh sebelum Boll hadir menjadi mimpi buruk bagi dunia perfilman, ada satu nama yang dijuluki sebagai Sutradara Terburuk sepanjang masa. Dia adalah Edward D. Wood Jr, atau yang biasa dipanggil Ed Wood.

Ed Wood mendapat julukan ter
sebut pada tahun 1980, dua tahun setelah kewafatannya, karena film-film yang dihasilkannya memang tidak bagus. Kisah yang absurd, dan eksekusi yang buruk menjadi notabene film-filmnya. Di dalam film garapan Burton ini, Ed Wood malah digambarkan sebagai sutradara yang gemar men-shooting adegan secara asal-asalan, dan tidak bersusah payah untuk mengulang adegan yang salah.

Kendati demikian, ini bukanlah film tentang betapa buruknya Ed Wood. Tim Burton sama sekali tidak mempermalukan, apalagi memburai-burai aib sang sutradara eksentrik itu. Sebaliknya, Burton justru hendak mengapresiasi keunikan pribadi, kehidupan serta karya-karya Ed Wood. Ed Wood ditampilkan sebagai sosok yang bercita-cita tinggi, pantang menyerah, namun naïf dan terkadang clueless. Ed Wood juga menjadi sahabat Bela Lugosi, di tahun-tahun terakhir kehidupan aktor yang identik lewat perannya sebagai Count Dracula tersebut.

Tim Burton mempercayakan peran Ed Wood kepada aktor kesayangannya, Johnny Depp. Depp sendiri tidak mengecewakan Burton, karena dia mampu memerankan Ed Wood dengan baik, walau performanya aktingnya tidak istimewa. Kemampuan olah peran yang menawan justru dibawakan oleh Martin Landau, yang didampuk sebagai Bela Lugosi. Lupakan Robert Pattison sebagai Edward Cullen, karena Landau menghadirkan aura vampiris yang jauh lebih kentara, meski ia tidak berperan sebagai vampir sama sekali.

Film diawali dengan pengantar dari Jeffrey Jones yang berperan sebagai Criswell. Pengantar tersebut disajikan dengan gaya adegan pembuka film-film drakula / horror jaman baheula, dimana Criswell ‘bangkit’ dari dalam peti mati. Tidak hanya adegan awalnya saja, seluruh film pun divisualisasikan sedemikian rupa, dengan format gambar hitam-putih, hing-ga mirip dengan film-film horror jaman dulu. Hal tersebut memang disengaja, agar mood film dan keotentikannya lebih terasa. Bagi anda yang sudah pernah menonton film asli karya Ed Wood, atmosfir yang sama dapat anda rasakan di dalam film besutan Tim Burton ini.

Film mengetengahkan perjuangan Ed Wood untuk membuat film, pasang-surut kehidupan cintanya dengan Dolores dan Kathy, persahabatan dengan Bela Lugosi, serta – tentu saja – kegagalan film-filmnya. Di dalam film, Ed Wood begitu mengidolai Orson Welles yang sukses lewat Citizen Kane. Ia ingin seperti Welles, yang dapat menghasilkan karya-karya hebat, dengan menyutradarai, menulis dan berakting dalam filmnya sendiri.

Perjuangan awalnya dalam menembus Hollywood mendapat dukungan tulus dari sang istri, Dolores (Jessica Parker). Dolores dengan sabar selalu menghibur sang suami, kala ia menghadapi kegagalan. Ed Wood kemudian berjumpa dengan Bela Lugosi, ketika idolanya tersebut sedang mencoba peti mati, sebagai persiapan bila ajal menjemputnya nanti. Pertemuan unik tersebut berlanjut hingga keduanya menjadi sahabat.

Menyaksikan Martin Landau berperan sebagai Lugosi sungguh menyenangkan. Landau benar-benar tenggelam dan menyatu dalam perannya tersebut. Cara jalannya yang bungkuk tertatih-tatih, gaya bicaranya yang kharismatik, permainan ekspresi, gestur tubuh serta tangan, dan seringai khasnya sungguh asyik untuk dinikmati; seolah-olah Bela Lugosi ‘bangkit’ kembali dari kubur (diluar kenyataan bahwa Landau agak terlalu tua untuk memerankan Lugosi). Landau memang layak diganjar Oscar.

Landau adalah Lugosi di usia tua, yang ketenarannya sudah jatuh terpuruk. Dia hidup sebatang kara, hanya ditemani oleh kucing, di sebuah rumah yang sederhana. Untuk aktor yang pernah berjaya, nasib Lugosi tua sungguh mengenaskan. Ia bahkan tidak masalah menjadi ‘santapan’ para paparazzi, demi mendongkrak ketenarannya. Meski pun demikian, dia masih memiliki harga diri, hingga marah besar bila dia disamakan oleh Boris Karloff, pemeran monster Frankenstein. Lihat saja adegan sewaktu Lugosi ‘meradang’, ketika ada kru film yang menyukainya sebagai sidekick Karloff.

Adegan lucu, konyol, menggelitik, sekaligus norak berkali-kali ditampilkan, terutama saat Ed Wood melakukan shooting, yang hanya dibantu oleh beberapa kru serta pemain. Ambil contoh saat Lugosi harus ‘bergulat’ dengan boneka gurita raksasa, yang dicuri dari gudang studio film lain. Adegan tersebut begitu konyol, bahkan Lugosi pun merasa enggan dan kesal karena harus melakukan hal tersebut.

Sesekali Lugosi juga hobi berseloroh, seperti saat mereka dikejar-kejar oleh penonton yang marah, di premier The Bride of Monster. Setelah selamat dari kejaran penonton, Lugosi berkomentar, “Now that was a premier!” Kocak, sekaligus penuh ironi.

Ada tiga film Ed Wood yang diceritakan dalam film ini: Glen or Glenda, The Bride of Monster (semula berjudul The Bride of Atom), dan Plan 9 from Outer Space. Ketiganya mendapat review yang mengenaskan. Akibat Glen or Glenda, ‘rahasia gelap’ Ed Wood akhirnya terbongkar. Ed Wood rupanya memiliki hobi mengenakan pakaian wanita! Glen or Glenda bahkan (diduga) diinspirasikan dari rahasia Wood itu sendiri.

Akibat film tersebut, Dolores pun meninggalkan Ed Wood, karena tidak tahan menerima kenyataan bahwa suaminya punya ‘kelainan’ seperti itu. Meski dirudung masalah, Ed Wood tetap tegar, dan tetap bersemangat menghasilkan film selanjutnya. Akan tetapi, lagi-lagi Wood dihinggapi dengan masalah, sewaktu rahasia ‘penyakit’ Lugosi terkuak, setelah selesai shooting The Bride of Monster. Lugosi pun harus dilarikan ke rumah sakit, karena kondisinya yang kritis.

Di rumah sakit, Ed Wood menemukan ‘cinta’ baru, dari seorang gadis manis bernama Kathy. Kelak, Kathy menikahi dan menjadi istri Wood yang setia. Kathy juga dapat menerima Ed Wood apa adanya. Pukulan berat kembali harus diterima oleh Wood, tatkala Lugosi akhirnya wafat, dan tidak akan bangkit kembali dari peti matinya. Untung ada Kathy yang menemaninya, sehingga Wood tidak terpuruk begitu saja. Demi Lugosi, Ed Wood akhirnya membuat sebuah film yang ia klaim sebagai mahakaryanya, Plan 9 from Outer Space!

Bisa dibilang, Ed Wood merupakan karya Burton yang sedikit berbeda. Burton identik dengan visi dan imajinasinya yang unik. Kekhasan Burton tersebut sedikit absen di film ini. Burton tampaknya ingin memberikan suatu tribute bagi Wood, dengan menghasilkan film yang ‘bercita-rasa’ Ed Wood, lengkap dengan komposisi musik ‘norak’ a la film-film horror jadul buatan Hollywood (terima kasih kepada Howard Shore!).

Dalam peraihan box office, film ini gagal total, karena hanya bisa meraih US$ 5,8 Juta. Sebuah deretan angka yang sangat mengenaskan. Kendati demikian, bukan berarti film ini jelek. Para kritikus justru menyukainya. Terbukti dengan raihan 2 Oscar yang didapat, yaitu untuk Best Supporting Actor (Landau) dan Best Make Up (Rick Baker). Film ini juga meraih nominasi Golden Globe, untuk kategori Best Musical or Comedy, Best Actor (untuk Depp), serta memenangkan Best Supporting Actor (untuk Landau).

Setelah menonton film ini, Anda tidak akan lagi menganggap Ed Wood ‘setara’ dengan Uwe Boll. Anda akan memandang Wood sebagai sutradara dengan mimpi besar; sementara Boll hanyalah sutradara tanpa visi, serampangan, dan hobi menghancurkan nama baik dunia perfilman –juga video game.

Mungkinkah suatu hari nanti Boll juga akan mendapat ‘kehormatan’ seperti Wood sekarang? Akankah karya-karyanya menjadi sebuah film cult, dan kehidupannya diangkat menjadi sebuah film? Mungkin saja. Tapi untuk sekarang, marilah kita tetap menganggap Uwe Boll sebagai ‘duri dalam daging’ di ranah perfilman, terutama Hollywood.

Yah, lupakan Boll, dan kembali ke Ed Wood. Akhir kata, bila anda fans berat Burton dan Depp (atau mungkin Ed Wood sendiri), film ini patut diperhitungkan untuk anda tonton. Terlebih, film ini sekarang malah mendapat status cult, sama seperti karya Ed Wood sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Penikmat film, musik dan buku-buku yang bagus