Kamis, 05 November 2009

GLORIOUS WAY TO KILL THE NAZI

Inglourious Basterd (2009)
Directed: Quentin Tarantino / Cast: Brad Pitt, Melani Laurent, Christoph Waltz, Eli Roth

Beginilah akibatnya bila Quentin Tarantino sedang ingin bersenang-senang. Setelah bosan dengan tema hitman / mafia yang sering ia angkat, Tarantino mencari ‘lahan’ baru untuk tempat bermainnya. Dan lahan yang ia jadikan sebagai amusement park-nya kali ini adalah Perang Dunia II, saat Nazi menduduki Perancis. Tarantino membuat film perang sejarah? Jangan terkecoh! Memang benar Perang Dunia II dan kisah Nazi menjadi setting filmnya kali ini. Akan tetapi, Tarantino tidak bermaksud untuk membuat dramatisasi dari kejadian aktual yang ada pada masa perang. Toh, seperti yang telah dikatakan di atas, Tarantino hanya ingin bersenang-senang.Nazi. Bila kita bicara tentang Nazi, yang paling kita ingat adalah tindakan-tindakan kejam mereka terhadap kaum yahudi, dan tentu saja pemimpin mereka yang berkumis pelit, Adolf Hitler. Ketika Nazi menduduki Perancis, Standartenfuhrer Hans Landa, bersama pasukannya, membantai keluarga Dreyfus dengan keji. Meski demikian, Shosanna Dreyfus (Laurent) berhasil selamat setelah melarikan diri.

Empat tahun berselang, setelah banyak menimbulkan terror, para pasukan Nazi di Perancis kini justru diteror oleh grup kecil, yang dijuluki ‘The Basterd’ oleh kalangan perwira Nazi. The Basterd dipimpin oleh Letnan Aldo Reine, asal Amerika Serikat. Bersama 8 orang ‘pasukannya’, Reine melancarkan serangan-serangan brutal, primitif, namun sukses memunculkan rasa takut di kalangan Nazi. Spesialisasi The Basterd adalah menguliti kulit kepala para pasukan Nazi. Bahkan Hitler pun murka ketika mendengar tindakan The Basterd tersebut kepada para perwiranya.

Akan tetapi kita tidak banyak disuguhkan sepak terjang The Basterd dalam mengupas kulit kepala musuhnya. Ada misi yang lebih besar yang ingin dilakukan The Basterd, dan ide misi itu datang dari buah pikiran aktris Jerman Bridget von Hammersmark (Diane Kruger). Misi mereka diberi nama ‘Operation Kino’. Bagi yang paham bahasa Jerman, pasti tahu apa arti dari kata ‘Kino’. Tujuan misi itu adalah: membunuh seluruh petinggi Nazi yang akan mengadakan gala premier film propaganda mereka, berjudul ‘Nation’s Pride’.

Di saat bersamaan, Emmanuele Mimieux, pemilik bioskop tempat diadakannya premier film tersebut, juga memiliki maksud tersendiri. Tanpa ada kaitannya dengan The Basterd, Mimieux juga hendak melaksanakan misi yang sama, yaitu membunuh Hitler beserta kroco-kroconya. Motif Mimieux adalah balas dendam. Karena sebenarnya Mimieux adalah Shosanna, yang mengganti seluruh identitas dirinya setelah berhasil selamat dari kebrutalan pasukan Hans Landa.

Jangan mengharapkan film ini memiliki akurasi data sejarah yang tepat. Sebaliknya, lewat film ini, Tarantino justru ‘memporak-porandakan’ sejarah, serta menciptakan sejarahnya sendiri. Oleh karena itulah, jangan sekali-kali menggunakan film ini sebagai referensi saat kalian menulis skripsi, atau karya tulis ilmiah lainnya! Bagaimana pun juga, film ini adalah ‘taman hiburan’ kreasi Tarantino.

Tarantino mengerahkan seluruh kejeniusannya (serta kesintingannya) kala menggarap karyanya yang satu ini. Kisahnya yang gila-gilaan, karakter unik dan terkadang komikal, extreme violence, serta dialog panjang yang kadang tidak penting –namun cerdas dan memiliki punchline tepat sasaran di beberapa bagian– diporsir maksimal oleh Tarantino. Toh itu semua merupakan beberapa ke-khas-an Tarantino. Tak lupa pembabakan kisah dengan menggunakan ‘chapter’ layaknya novel, juga muncul di film ini. Hal yang sama juga muncul di film Tarantino sebelumnya, seperti Pulp Fiction dan dwilogi Kill Bill. Tak lupa, banyolan-banyolan konyol a la Tarantino pun banyak berserakan dimana-mana, seperti saat Reiner dan anak buahnya menyamar sebagai orang Itali. Sungguh konyol, segar dan menggelitik.

Tarantino juga menyajikan banyak hal ‘baru’ di film ini. Selain setting kisahnya yang menjadi ‘lahan’ baru baginya, ia juga mencoba menampilkan sedikit kisah cinta di filmnya kali ini. Unsur romansa tidak pernah mendapat perhatian besar di film-filmnya. Akan tetapi, di Inglorious Basterd, Tarantino mulai sedikit memperhatikan unsur tersebut. Jangan girang dulu, dengan mengharapkan bakal ada kisah cinta mengharu biru di tengah kemelut perang. Hei, kita sedang bicara tentang film Tarantino saat ini! Di sini Tarantino menyajikan kisah cinta yang menyesakkan dada, bertepuk sebelah tangan, dan berakhir tragis. Tarantino pun mengakhiri sesi cerita cintanya dengan brutal, namun dengan iringan lagu yang menyayat hati. Sungguh bagaikan percikan kembang api di malam festival yang kelabu.

Tarantino juga berhasil menjaga tensi film dari awal hingga akhir. Bahkan, dia sempat mempermainkan adrenalin kita dengan adegan-adegan yang intimidatif. Tensi yang fluktuatif tidak membuat para penonton kesal. Sebaliknya, menonton film ini bagaikan menaiki roller coaster sepanjang 2,5 jam. Sangat menyenangkan. Itu karena Tarantino berhasil menempatkan adegan-adegan thrilling pada waktu dan saat yang tepat. Tarantino tahu kapan harus membuat penonton rileks dan tertawa, juga tahu kapan harus membuat penonton menahan nafas. Satu lagi bukti kehandalan si edan Tarantino.

Soal akting, para aktor mampu menyungguhkan performa yang memadai, sesuai tuntutan kesintingan Tarantino. Mereka mampu menghidupkan tokoh yang berkarakter unik dengan baik. Dan mungkin hanya di film ini kita bisa melihat Hitler mengamuk, tertawa terbahak-bahak, dan meminta permen karet pada anak buahnya. Tak hanya itu, di sini kita juga bisa melihat Goebbels menangis setelah dipuji Hitler, juga kemunculan sosok Emil Jannings –aktor pertama yang meraih gelar Best Actor di ajang Academy Awards, yang juga merupakan anggota Partai Nazi. Tarantino menabur banyak kejutan kecil yang menyenangkan.

Laurent berhasil menampilkan sosok Shosanna yang mengalami trauma, namun memiliki kebencian mendalam pada Nazi, hingga sanggup melakukan aksi nekat untuk balas dendam. Kruger sukses menyuguhkan pesona selebritis era film hitam-putih, sekaligus kefasihan bertindak bak Mata Hari. Lalu ada Pitt dengan kumis tipis, aksen Tennesse, luka di leher, dan air muka seperti orang yang baru saja meminum air limun kecut, yang mampu menarik perhatian kita. Letnan Aldo Reine adalah tokoh heroik komikal, namun tahu apa yang ia lakukan. Bagi saya pribadi, ini adalah penampilan Pitt yang paling saya suka, bersama 12 Monkeys, dan Burn After Reading.

Terakhir, mari kita curahkan perhatian kita pada Christoph Waltz, yang menyajikan seni peran yang jempolan. Hans Landa merupakan seteru utama bagi Aldo Reine, yang juga komikal tapi handal. Itulah Landa, yang dijuluki The Jew Hunter! Landa adalah sosok Kolonel Nazi yang senantiasa bertutur kata sopan, berprilaku santun, dan tersenyum hangat. Namun dibalik seluruh kesempurnaan etikanya tersebut, ia juga memancarkan aura intimidatif yang kentara. Bahkan para penonton pun akan merasakan tekanan intimidasi yang dipancarkan oleh Waltz lewat sosok Landa. Meski demikian, Landa juga seorang pribadi yang flamboyant, komikal, kadang histeris dan konyol, tapi memiliki kemampuan analisis luar biasa, serta handal dalam memburu orang, terutama kaum Yahudi. Tarantino sendiri mengaku bahwa Hans Landa adalah tokoh terbaik yang pernah ia ciptakan. Waltz membawakan sosok Landa dengan sangat sempurna. Hasilnya? Gelar Aktor Terbaik dari ajang Festival de Cannes pun berhasil ia dapatkan!

Dengan segala kegilaan yang ada, tak dapat dipungkiri lagi bahwa Inglorious Basterd merupakan salah satu film yang paling menghibur di tahun 2009 ini. Nantikan pula ending film ini yang akan mengejutkan penonton, persembahan terakhir Tarantino setelah susah payah ‘menghancurkan’ sejarah yang ada. Sebuah adegan yang mampu membuat Stauffenberg, Tom Cruise, dan Bryan Singer gigit jari karena iri setengah mati. Tarantino dan The Basterd mengakhiri Operation Kino mereka dengan gemilang…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Penikmat film, musik dan buku-buku yang bagus